Oleh : Rizki Winanti
(Cerpen ini sebelumnya telah terbit di blog Kreasi Literasi 'https://kreasiliterasi bpp. blogspot.com/2022/03/cerpen-antara-hijab-dan-ibu.html?m=1' pada tanggal 24 Maret 2022)
Natasya merupakan anak sulung dari tiga bersaudara.Ayahnya seorang tukang becak dan Ibunya berkerja sebagai pembantu rumah tangga. Setelah tamat dari bangku SMA, Natasya memutuskan untuk berhijab. Sungguh malang nasib Natasya, dikarenakan Ibunya tidak menyukai jika ia menggunakan hijab. Bukan tanpa alasan, Ibu Natasya sangat terobsesi untuk menjadikannya sebagai model dari brand produk ternama, dimana ia harus menanggalkan hijabnya. Natasya sangat terpukul mengetahui kenyataan ini. Disatu sisi menutup aurat adalah kewajiban bagi seorang wanita ketika sudah baligh, dilain sisi ada Orang tua yang harus dihormati dan dipatuhi. Natasya hampir pasrah dan putus asa, hingga pada suatu hari Allah menunjukkan kuasa-Nya.
Pagi ini langit tampak cerah, matahari memancarkan cahaya menyinari alam sekitar. Angin kecil berhembus menjadikan udara segar, Natasya yang sedari subuh sudah bangun mulai bersiap untuk berangkat mengajar. Ketika ingin pergi ke madrasah, Natasya berpamitan kepada kedua Orang tuanya, hingga tanpa disangka respon Ibu mengejutkan seisi rumah.
“Ayah, Ibu ... Tasya pamit pergi mengajar ya.” ucap Natasya kepada Orang tuanya.
“Hati-hati ya Nak.” sahut Ayah.
Melihat penampilan Natasya, raut wajah Ibu langsung berubah. Hingga terlontar sebuah kata yang membuat Natasya meneteskan air mata.
“Pakaian apa ini? jelek sekali! harus berapa kali Ibu ingatkan sih Sya! Ibu nggak suka ngelihat kamu menggunakan pakaian seperti ini!.” tegur Ibu pada Natasya dengan nada suara tinggi.
“Tapi kan Bu... “ sahut Natasya dengan terbata-bata.
“Tapi apa? ini pakaian jelek, nggak pantes kamu pakai! tubuh kamu itu cantik dan putih, kenapa kamu tutupi dengan pakaian longgar seperti ini! rambut kamu juga bagus, ngapain juga kamu tutupi dengan kerudung panjang! Ibu kecewa ngelihat kamu Sya.” ucap Ibu dengan emosi sembari memegang gamis dan kerudung yang dipakai Natasya.
Ibu sangat terobsesi ingin menjadikan Natasya sebagai model tanpa hijab. Sampai Ibu terus membandingkan Natasya dengan teman kecilnya yang kini telah menjadi model sukses nan kaya raya.
“Kamu lihat itu si Amel, dia sekarang udah jadi model terkenal, penghasilannya juga besar , bisa beli rumah mewah, dan kamu Sya dengan berpenampilan seperti ini cuma bisa jadi guru madrasah , berapa sih ngajinya? nggak cukup Sya untuk memenuhi kebutuhan kita!” ungkap Ibu dengan sombong.
“Ibu... sebagai seorang muslimah, ini adalah pakaian yang wajib Tasya pakai ketika keluar rumah, apalagi Tasya kan sudah baliqh, ini perintah Allah Bu! dan rezeki Allah yang menentukannya.” ucap Natasya memberanikan diri memberi pemahaman pada Ibu.
“Gausah kamu bawa-bawa agama! jangan sok alim deh! udah mulai berani ngebantah Ibu ya sekarang! ini pasti karena pengaruh dari Ustadzah Mirna kan? “ tegas Ibu dengan emosi yang meluap-luap.
Tidak dapat mengendalikan emosinya, seketika Ibu menarik kerudung Natasya hingga terlepas. Ayah yang melihat hal tersebut langsung mendekap Ibu, agar Ibu tidak melakukan tindakan yang lebih berbahaya.
“Pakailah hijabmu Nak, dan segera pergi dari sini, nanti terlambat.” saran Ayah kepada Natasya agar segera pergi dan menghindari Ibunya.
“Iya Yah.” Sahut Natasya membenahi kerudungnya dan meninggalkan rumah dengan air mata yang masih menetes.
Sepanjang perjalanan menuju madrasah, Natasya terus memikirkan kejadian tadi, ia masih tidak percaya atas perlakuan Ibu terhadapnya.
Setelah selesai mengajar, Natasya tidak langsung pulang ke rumah, ia memilih duduk di taman sekolah dengan termenung. Sosok wanita bergamis hitam dan berkerudung merah menghampirinya.
“Assalammu’alaikum Sya...” ucap salam Ustadzah Mirna.
“Wa’alaikumussalam, Ustadzah Mirna rupanya.” jawab Natasya terkejut.
“Kamu kelihatannya lagi ada masalah ya Sya? ” tanya Ustadzah Mirna.
“Iya Ustadzah.” jawab Natasya dengan raut sedih.
“Jangan sungkan untuk berbagi cerita dengan Ustadzah, insyaallah jika Ustadzah bisa bantu, akan Ustadzah bantu.” tawaran Ustadzah Mirna kepada Natasya.
Natasya pun langsung menceritakan kejadian pagi tadi pada Ustadzah Mirna. Disela bercerita, Natasya tidak mampu menahan rasa kesedihannya, hingga tangisnya pecah. Melihat kesedihan yang menimpa Natasya, Ustadzah Mirna langsung mendekapnya dalam pelukan penuh kehangatan.
“Sya Ustazah paham apa yang kamu rasakan saat ini. Pasti kamu bingung mau pilih mempertahakan hijab atau patuh terhadap perintah Ibu, bukankah begitu Sya?” tanya Ustadzah Mirna.
“Iya Ustadzah.” ucap Natasya dengan tersedu-sedu.
“Sya menutup aurat merupakan perintah Allah, sedangkan mematuhi Ibu juga perintah dari Allah. Namun Sya, kamu harus lebih memilih yang lebih utama yaitu menutup aurat. Bukan berarti ketika kamu memilih hijab, kamu tidak mematuhi Ibumu. Karena Ibumu melarangmu berhijab, sudah jelas Ibumu juga melanggar perintah Allah Ta’ala. Patuhilah Orang tua ketika itu dalam hal kebaikan, jika sebaliknya maka kamu berhak untuk tidak mematuhinya. Namun ingat! tetap hormati mereka sebagai Orang tua walaupun tindakan ataupun sikap mereka melanggar perintah Allah Ta’ala.” nasihat Ustadzah Mirna meyakinkan Natasya agar mampu menghadapi masalah ini.
Mendengar nasihat yang diberikan Ustazah Mirna, seketika membuat hati Natasya sedikit tenang. Ia sangat beruntung dipertemukan dengan Ustadzah Mirna yang membawa perubahan besar dalam hidupnya.
“Kamu jangan takut, ada Ustadzah yang selalu mendukungmu dan ada Allah yang selalu melindungimu.” ungkap Ustadzah Mirna dengan penuh keyakinan.
Keesokkan hari, Ustadzah Mirna berkunjung ke rumah Natasya dengan membawa bingkisan berupa oleh-oleh dari mekkah. Ustadzah Mirna sengaja mengunjungi rumah Natasya disaat ia sudah pergi mengajar, karena Ustadzah Mirna ingin berbicara empat mata dengan Ibu Natasya.
“Tok…tok…tok…Assalammu’alaikum .” Ustazah Mirna menggetuk pintu sembari mengucapkan salam.
“ Ehhh Ustadzah rupanya, ada apa Ustadzah pagi-pagi udah kesini? saya lagi sibuk!” tanya Ibu Nastasya dengan rasa tidak suka akan kehadiran Ustadzah Mirna.
“Ini Bu saya ada sedikit oleh-oleh untuk Ibu, kebetulan Adik saya baru pulang dari Mekkah.” ucap Ustadzah Mirna dengan menebar senyuman.
Obrolan tersebut berlanjut di dalam rumah, dan Ustadzah Mirna menanyakan alasan Ibu tidak memperbolehkan Natasya berhijab. Hingga akhirnya Ibu menjawab dan sekaligus memberi tuduhan kepada Ustazah Mirna bahwa ia telah mempengaruhi Anaknya.
“Ngomong-ngomong Bu, kalau saya boleh tau kenapa ya Ibu tidak mengizinkan Tasya berhijab?.” tanya Ustadzah Mirna dengan lemah lembut.
“Saya nggak suka aja tubuh Anak saya yang cantik ditutupi kain seperti itu! dan saya juga mau menjadikan Natasya sebagai model! jadi Dia nggak boleh menggunakan hijab!! dan saya ingatkan Ustadzah untuk tidak mempengaruhi Anak saya! saya nggak suka! dia itu Anak saya!harus nurut terhadap perintah saya!” tegas Ibu Natasya.
Mendengar pernyataan dari Ibu Natasya, Ustadzah Mirna hanya menggelengkan kepala sembari tersenyum kecil. Dan terlontar sebuah nasihat yang membuat Ibu Natasya tidak berkutik.
“Bu bukan maksud saya menggurui Ibu, tapi apakah Ibu sudah berpikir ulang resiko yang akan menimpa Tasya apabila ia menjadi model? Bu… pakaian yang Tasya gunakan saat ini adalah pakaian kehormatan dan pelindung untuk diri Tasya. Coba Ibu lihat diluaran sana, betapa banyak wanita yang diperkosa serta mendapatkan kekerasan seksual hanya karena pakaiannya terbuka dan memancing syahwat lelaki hidung belang. Bu… berhijab adalah perintah Allah Ta’ala, jadi kita sebagai manusia harus taat terhadap perintah-Nya.” tegas Ustadzah Mirna dengan lemah lembut.
Ibu Natasya hanya terdiam tanpa berkutik, ia tidak menggeluarkan sepatah kata. Dan akhirnya ibu mengalihkan pembicaraan dan dengan halus mengusir Ustadzah Mirna dari rumahnya.
“Maaf Ustadzah, saya lagi sibuk nih! saya mau pergi belanja! sebaiknya ustadzah pulang saja.” ucap Ibu Natasya meninggalkan Ustadzah Mirna dan pergi menuju tukang sayur.
Ibu bergegas pergi menghampiri tukang sayur keliling yang sudah diramaikan oleh Ibu-ibu sekitar. Ketika sedang memilih sayuran, Ibu Natasya dikejutkan dengan obrolan Ibu-ibu mengenai seseorang.
“Ehh tau nggak Bu Ibu, si Amel meninggal dunia, tadi pagi aku dikabari sama tetangganya itu, ihh tragis kali kematian si Amel itu, masih nggak nyangka aku. Katanya nanti siang jenazahnya dibawa ke rumahnya.” ucap Bu Wati
Ibu Natasya yang mendengar pernyataan dari Bu Wati pun menanyakan perihal penyebab kematian Amel yang merupakan teman kecil Natasya. Betapa terkejut Ibu Natasya mendengar penjelasan dari Bu Wati.
“Emang si Amel meninggal kenapa Bu? sakit apa dia? bukannya kehidupan Dia sekarang udah mapan ya?” tanya Ibu Natasya dengan penasaran.
“Dia di perkosa sama rekan kerjanya Bu. Ibu tau sendirilah Dia kerjanya jadi model, terus pakaian yang dia gunakan itu mini dan seksi, kayak mana laki-laki nggak tertarik dan nafsuan ngelihat dia. Setelah dilecehkan sama rekannya, Dia dibunuh dan jasadnya ditinggal gitu aja di kamar hotel. Miris deh Bu pokoknya, saya jadi was-was karena punya Anak gadis.” perjelas Bu Wati.
“Astagfirullah,,, tragis kali ya Bu kejadian yang menimpa Amel.” jawab Ibu Natasya yang masih teringat dengan perkataan Ustadzah Mirna.
Setelah mendengar penjelasan dari Bu Wati, Ibu Natasya terus kepikiran mengenai keinginannya menjadikan Natasya sebagai model serta melarangnya menggunakan hijab. Hatinya mulai bimbang, rasa takut terus melanda, ia perlahan sadar atas perlakuannya terhadap Natasya telah melampaui batas.
“Ya Allah betapa bodohnya diri ini, demi keinginan nafsuku, sampai hampir mengorbankan kehormatan Anakku. Sikapku sudah sangat keterlaluan!Aku telah gagal menjadi seorang Ibu!.” batin Ibu Natasya sepanjang jalan menuju ke rumah dengan menyimpan rasa bersalah.
Sungguh Allah mampu membolak-balikan hati manusia. Seketika hati Ibu Natasya mulai terbuka dan menerima akan kebenaran. Sesampainya di rumah, Ibu langsung memeluk Natasya sembari meminta permohonan maaf. Ia begitu sangat menyesal telah melarang Natasya untuk berhijab .
“Sya maafkan Ibumu ini, Ibu khilaf Nak, Ibu merasa bersalah padamu. Ibu janji enggak akan maksa kamu untuk jadi model lagi, Ibu ridho Nak jika kamu menggunakan hijab. Maafkan Ibu, maafkan kebodohan Ibumu ini! Ibu harap kamu tidak membenci Ibu.” pinta Ibu pada Natasya dengan tersedu-sedu.
“Ibu jangan ngomong seperti itu, Tasya percaya yang Ibu lakukan pasti demi kebaikan Tasya. Walau bagimanapun Ibu tetap Ibunya Tasya, Ibu nggak salah kok, cuma mungkin kemarin Ibu lagi dikuasai hawa nafsu.Tasya maklumi ketidaktahuan Ibu, udah ya Ibu jangan nangis lagi, nanti Tasya ikutan nangis nih.” jawab natasya sambil menghapus air mata Ibunya.
Suasana menjadi haru, Ibu Natasya telah menyadari akan kesalahan yang telah ia perbuat. Ia sangat menyesal atas perbuatannya tersebut dan ingin merubah diri menjadi lebih baik lagi. Dan semenjak kejadian itu, perlahan Ibu Natasya mulai belajar memakai hijab dan juga mengikuti kajian islam bersama Ibu-ibu perwiritan.
TAMAT

Komentar
Posting Komentar